Banner

Kamis, 02 September 2010

KLIPPING BERITA

Inggris Sediakan Dana 1 Juta Poundsterling untuk Penelitiannya Rompi Antipeluru Gunakan Serat Pisang
Penggalian arkeologis di tepian Sungai Nil, tepatnya di Lembah Raja-raja tempat kuburan-kuburan Firaun yang berumur 5000 tahun SM, menemukan daun papirus berisi tulisan tentang pisang. Temuan daun papirus yang berhuruf hieroglif itu mengungkapkan tentang adanya satu jenis buah tropis yang disenangi para Firaun sebagai kelengkapan konsumsi santapannya. Buah itu disebutnya dengan nama “Badama” (makanan para dewa).

Dengan menilik temuan arkeologi itu, ternyata manusia sudah mengenal buah pisang ribuan tahun yang lalu sebagai buah yang digemari oleh rakyat kecil hingga para raja.Di luar dari kebutuhan untuk konsumsi, para ilmuwan mengembangkan penelitiannya tentang penggunaan yang lebih luas pada buah tropis yang satu ini. Memang kita tidak memungkiri, pisang dari akar hingga ke daunnya dimanfaatkan manusia untuk berbagai kepentingan kehidupan dan lingkungan.

Tanggal 15 Oktober yang lalu, para peneliti di Queen`s University, Belfast, Inggris, mengumumkan kegiatan para ahlinya yang tengah mendalami penelitian teknik baru penggunaan serat tanaman pisang jadi produk plastik. The Polymer Processing Research Centre di Queen`s, mengambil bagian dalam studi bernilai 1 juta poundsterling untuk meneliti pisang bagi kepentingan industri yang dikenal sebagai projek Badana. Projek ini mengembangkan produk baru dengan bahan baku dari perkebunan pisang di Kepulauan Canary untuk produksi plastik. Selain bermanfaat bagi lingkungan, projek ini akan meningkatkan keuntungan pemilik perkebunan dan membantu keamanan kerja bagi mereka yang bekerja di daerah.

Mark Kearns, Rotational Moulding Manajer di Polymer Processing Research Centre di Queen`s School of Mechanical and Aerospace Engineering, berkata: “Hampir 20 persen dari pisang yang dikonsumsi di Eropa dihasilkan dari Kepulauan Canary. Sekitar 10 juta tanaman per tahun, tumbuh tanaman pisang di Grand Canaria secara monokultur ( tunggal)”. Setelah buah dipanen, sisa tanaman pisang akan jadi limbah pertanian. Diperkirakan tidak kurang dari 25.000 ton serat pisang setiap tahun dibuang ke jurang sekitar Canary.

Projek Badana ini sebenarnya sudah dilakukan tiga tahun yang lalu dalam bentuk prapenelitian untuk menemukan manfaat yang lebih luas dari tanaman ini. Serat alam yang terkandung di dalamnya ternyata dapat dijadikan bahan baku produk industri plastik. Bahan dasar ini dapat digunakan untuk membuat barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari, dari mulai alat rumah tangga, mainan anak, minyak tank, gerobak sampah, tangki air, dll. Dari bahan dasar plastik tersebut, pada produk lanjutan dengan menggunakan teknologi tinggi, dapat digunakan untuk membangun berbagai jenis kapal air, baik sipil maupun kapal tempur kecil.

Penelitian dan pengembangan tanaman pisang dengan pendekatan baru dapat membantu menciptakan lapangan kerja dan perluasan perkebunan pisang. Pada akhirnya, dari hal ini akan didapat keuntungan finansial, berasal dari penjualan sisa-sisa panen ( waste product). Ini merupakan bukti bahwa pohon yang bentuknya sederhana itu ternyata punya potensi pengembangan teknologi yang dapat diperluas. Kerja sama penelitian selain di Inggris, juga diperluas dengan lembaga penelitian di Spanyol, Italia, Prancis, dan link dengan beberapa perguruan tinggi. Beberapa pusat riset pengolahan polimer telah diminta untuk mendukung dan berkontribusi dalam projek terobosan ini. Pembiayaan untuk projek Badana ini telah dialokasikan oleh European Union`s Seventh Framework Programm

PLASTIK murni hasil ekstraksi dari serat pisang mempunyai sifat struktural kuat dan elastisitas yang sangat sempurna. Projek ini memberikan hasil yang lebih baik, salah satu di antaranya dapat dibuat “rompi antipeluru” yang lebih kuat dan pegas dari bahan rompi sebelumnya. Penelitian yang dilakukan di American Society for Horticultural Science Hort Technology secara rinci dalam jurnal penelitiannya mengungkapkan, ada sekitar 33 kultivar pisang yang tumbuh di dekat Savannah, Georgia, memiliki produksi yang menonjol dan tahan penyakit, serta seratnya cocok untuk bahan baku industry menengah dan hi-tech.

Richard Wallace, peneliti senior dari Armstrong Atlantic University, membuat rancangan penelitian untuk tanaman pisang ini dalam bentuk multiyears untuk menemukan kultivar pisang unggul yang digunakan para petani di selatan Georgia. Dari catatan penelitian, ada dua kultivar bernama `Manzano` dan `BD-1780 ` yang mampu memproduksi lebih dari $ 60 per tanaman. “Penelitian ini mengidentifikasi sejumlah kultivar yang bentuknya luar biasa, dapat dijadikan besar, menengah, dan disesuaikan dengan ukuran kecil USDA sesuai dengan permintaan pasar,”ujarnya.

Di Indonesia tanaman ini cukup melimpah, dan beberapa di antaranya telah dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp kertas, dissolving pulp, dan serat rayon untuk industri tekstil. Ada sekitar sebelas jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan bahan selulosanya, baik yang berasal dari batang, buah, maupun daun, terutama dari jenis pisang abaka, kelapa, kapas, nanas, rami, sisal, flax (Linum usitatissimum), jute, mesta, dan jerami.Di antara berbagai serat alam yang ditemukan di Indonesia, menurut pakar komposit dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Dr. Tresna P Soemardi, paling tidak dua bahan serat yang bisa dijadikan bahan baku industri masa depan yaitu pisang abaka dan rami.

Dua jenis tanaman ini, dengan teknologi tinggi, berpotensi dikembangkan menjadi berbagai produk yang seratnya berkualitas dan bernilai jual tinggi, terutama dari batang pisang abaka (Musa textilis). Pisang abaka ini adalah salah satu spesies tanaman yang merupakan tumbuhan asli Filipina, tetapi juga ditemukan sebagai tumbuhan liar di Kalimantan dan Sumatra.

Jika dibandingkan dengan tanaman rami (Boehmeria nivea), abaka tergolong rendah kandungan selulosanya. Abaka mengandung 60-65 persen selulosa, sedangkan rami pada kulit batangnya berisi 80-85 persen selulosa. Adapun kandungan ligninnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan abaka, yaitu 1 : 5. Oleh karena itu, serat dari tanaman rami jauh lebih kasar dibandingkan dengan serat abaka. Jadi, tidak heran apabila serat abaka menjadi bahan baku utama untuk kertas uang dunia, termasuk kertas uang untuk mata uang dolar.

Produk lain yang bisa dikembangkan dari tanaman pisang adalah sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar biofuel dan baterai kering. Penelitian rintisan ternyata sudah diawali oleh para remaja dan ilmuwan kita. Sementara para pakar di AS, Inggris, dan Jepang mereka sudah mengembangkannya untuk bahan baku baterai kering untuk pengantar pengantar energi untuk kendaraan mobil dengan energi sinar matahar

PENELITI dari Pusat Studi Energi (PSE) Terbarukan Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Kalbar, telah melakukan kajian awal pemanfaatan pisang sebagai bahan baku biofuel (bensin dari tanaman). Sudah dicoba di sepeda motor.”Dari kajian awal, dua sisir atau sekitar dua kilogram pisang dapat menghasilkan satu liter etanol dengan kadar alkohol sekitar 90 persen,” kata Ketua PSE Terbarukan Untan, DR. Eng. M. Ismail Yusuf, M.T., di depan Gedung Rektorat Untan, Pontianak, beberapa waktu lalu.

Prinsip dasar yang digunakan, pisang dapat menghasilkan glukosa sebagai bahan utama etanol. Mula-mula pisang dengan jumlah tertentu dilumat menjadi seperti jus. Selulosa, karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman, pada pisang merupakan pati (polisakarida) yang kalau dipanaskan dengan perlakuan khusus akan mengurai menjadi molekul yang sederhana, yakni glukosa.

Ismail Yusuf memimpin projek pemanfaatan pisang tersebut dengan peneliti M. Ahdiat, S.T. dan Afghani Jayuska, M. Si. Ahdiat melakukan uji coba selama sekitar dua tahun sebelum penelitian menjadi lebih fokus. Glukosa yang dihasilkan pisang masih mengandung kadar air yang tinggi sehingga perlu dipanasi supaya berkurang. Kemudian, dilakukan fermentasi menggunakan bakteri hingga air dan alkohol terpisah. Selanjutnya, alkohol dikembangkan lagi dalam suatu proses hingga berbentuk etanol, sebagai bahan baku campuran BBM

Saat ini, produsen biofuel Indonesia cukup beragam. Sebut saja Wilmar yang memproduksi 1 juta metrik ton (MT), kemudian Asian Agri 200 ribu MT, Eterindo 240 ribu MT, Musim Mas 350 ribu MT, Permata Hijau 200 ribu MT, IBE 100 ribu MT, Sumi Asih 200 ribu MT, Darmex 150 ribu MT, serta Ganesah 10 ribu MT, dan E Alternatif dengan produksi 700 MT. Penetrasi pemerintah ke sektor biofuel harus menandai keberhasilan program diversifikasi energi. Efiesiensi menjadi salah satu kunci dari keberhasilan bisnis yang mengedepankan inovasi ini.

Pikiran Rakyat, 12 November 2009